JAKARTA, Inisiatifnews.com – Aplikasi Formulasi Penghitungan Penggantian Kompensasi Korban Kejahatan Berbasis Teknologi Informasi
Mahasiswa Program Doktoral Kriminologi Universitas Indonesia (UI), Kombes Pol Alexander Sabar menciptakan sebuah program penting untuk memberikan perhatian kepada para koban kejahatan yang ada di Indonesia, yakni sebuah aplikasi digital formulasi untuk perhitungan penggantian kompensasi korban kejahatan bernama E-Vicpro.
Aplikasi ini menurut Kombes Pol Alexander penting karena selama ini belum ada program dukungan sejenis yang diterapkan berbasis teknologi informasi (IT).
“Karena di era yang serba digital, segala bentuk upaya dapat dipermudah dengan adanya teknologi dan menjadikannya lebih praktis dan modern,” kata Kombes Alexander dalam presentasinya, Senin (4/4).
Kemudian, ia juga menerangkan bahwa praktik ganti kerugian kompensasi di Indonesia diatur secara khusus untuk kejahatan terorisme dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Sementara penghitungan kompensasi ini menjadi tanggung jawab Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), namun demikian sistem yang diterapkan sekarang masih berdiri sendiri dalam kerangka kerja Sistem Peradilan Pidana.
Lebih lanjut, meskipun indikator kerugian berkisar pada ranah kesehatan dan sosial dimana keduanya sudah memiliki sistem digital terintegrasi bagi anggota masyarakat yang membutuhkan jaminan kesehatan dan sosial, namun dikatakan Kombes Pol Alexander, hal ini belum dimanfaatkan sebagai langkah efektif.
“Aplikasi ini perlu diperhitungkan, selain dari kerahasiaan korban dapat dilindungi, kerja sama dengan layanan kesehatan dan sosial dapat menjadi support system bagi korban untuk dipulihkan dari kerugiannya,” ujarnya.
Masih dalam pemaparannya, pejabat tinggi Kepolisian yang saat ini tengah bertugas menjadi Kasubdit Intelijen Direktorat Penindakan BNPT tersebut mengatakan, bahwa hal mendasar yang terpenuhi melalui aplikasi digital ini adalah korban tidak merasa sedang diwakili negara, melainkan ia dengan kesadarannya sendiri apa yang menjadi keinginannya.
“Kehadiran korban tidak seolah diwakilkan oleh negara, melainkan korban dapat menyuarakan harapan penggantian kerugian yang ia alami,” imbuhnya.
Selain itu, alumni Akpol 1996 tersebut membeberkan data, di mana pada Tahun Anggaran (TA) 2017, lebih dari 258.000 orang mengajukan kompensasi korban. Mereka terdiri dari 60% adalah perempuan, 49% berusia antara 25-49 tahun, dan 40% melaporkan diri sebagai orang kulit putih. Non Latin/Kaukasia.
Kemudian, 36% dari aplikasi yang dibayarkan disalurkan ke korban penyerangan, diikuti oleh pelecehan seksual anak (24%), penyerangan seksual (19%), dan pembunuhan (8%). Selanjutnya, sebanyak 37% dana santunan digunakan untuk biaya pengobatan / gigi, diikuti biaya pemakaman atau penguburan (16%), dan bantuan ekonomi (13%).
Oleh karena itu, ia pun menilai aplikasi E-Vicpro tersebut lebih memberikan nilai manfaat yang jauh lebih baik dalam upaya penghitungan penggantian kompensasi korban kejahatan tersebut.
“Keuntungan dan manfaat implementasi aplikasi ini adalah ; efisiensi waktu, efisiensi sumber daya manusia, transparansi, lebih fleksibel, efisiensi jumlah kompensasi, terintegrasi dan sangat mendukung pencegahan penyebaran COVID-19,” paparnya.
Dikatakan lagi oleh Kombes Pol Alexander, hingga saat ini belum ada negara di dunia yang mengotomatisasi formulasi penghitungan kompensasi ke dalam sebuah aplikasi.
“Apabila inovasi ini dapat diterapkan dan dieksekusi dengan baik, maka pelayanan dan penanganan korban dapat berjalan dengan efektif dan sangat baik,” tambahnya.