JAKARTA – Terkait Pemilu 2024 mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melarang siapa pun mengaku sebagai calon anggota legislatif (caleg) sebelum penetapan. Termasuk larangan memasang alat peraga sosialisasi, walaupun tanpa ajakan memilih.
“Kalau ada orang wallahu’alam statusnya, apakah jadi calon atau tidak, lalu pasang fotonya dan namanya dengan background tanda gambar partai dengan menyebut misalkan ‘saya calon DPR’ atau apa begitu ya, pusat atau kabupaten/kota dari partai ini atau itu …” ujar Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari kepada wartawan, Selasa (20/12/2022) malam.
Pasalnya, masa pendaftaran calon belum dimulai. Sehingga yang bersangkutan juga tidak berhak menyebut dirinya sebagai calon.
“Itu belum boleh, karena belum saatnya. Kenapa? Kan pendaftaran calon (caleg) saja belum, bagaimana dia bisa menyebut dirinya sebagai calon?” imbuh dia.
Hal yang sama juga berlaku juga terhadap pihak yang mendaku capres-cawapres.
“Pencalonan presiden itu dijadwalkan masih pada bulan Oktober 2023. Jadi sekarang ini belum ada yang namanya capres,” kata dia.
Hasyim juga menyatakan bahwa KPU RI dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah menyamakan persepsi soal sosialisasi dan kampanye partai politik pada Senin (19/12/2022).
Penyamaan persepsi ini terjadi dalam sebuah forum yang membicarakan status parpol yang “mendekat kepada rakyat” sebelum masa kampanye. Sebab, mereka sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 dan mempunyai nomor urut, tetapi masa kampanye baru akan resmi dibuka 28 November 2023.
“Pertanyaannya, lalu sekarang ini semua partai bagaimana? Maka, kami bersepakat partai politik dapat melakukan sosialisasi,” ujar Hasyim.
Hasyim juga menegaskan bahwa sosialisasi parpol hanya sebatas boleh menampilkan gambar partai, nomor urut, dan visi-misi.
“Misalkan nanti daerah tertentu visinya tentang pertanian dan di daerah lain tentang pendidikan. Nah itu boleh,” ujar Hasyim.
Lalu, sosok yang dapat tampil dalam sosialisasi semacam ini hanyalah ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik untuk kepengurusan tingkat pusat.
Sedangkan untuk kepengurusan daerah, hanya ketua dan sekretaris pengurus daerah yang boleh tampil.
“Karena beliau-beliaulah sebagai personifikasi partai yang akan mendaftarkan kepada KPU, supaya publik tahu bahwa beliau-beliau ini adalah pimpinan partai politik yang akan menandatangani dokumen pencalonan yang akan diantarkan kepada KPU,” jelasnya.
Hasyim juga menegaskan bahwa sosialisasi ini bisa dilakukan di media sosial tak berbayar, tetapi dilarang dilakukan di media elektronik, cetak, atau siar.
“Yang dilarang atau tidak boleh adalah ajakan. Tidak boleh (menyebut) ‘pilih partai kami’, namanya partai apa, nomor apa, itu juga belum boleh. Karena salah satu esensi kampanye adalah ajakan memilih dirinya. Sekarang ini belum saatnya kampanye,” pungkas dia.