Jakarta – Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas angkat bicara perihal gerakan aksi mahasiswa BEM UI yang dipimpin Melki Sedek dengan menyerang meme Ketua DPR menjadi tikus sehingga viral di media sosial.
Fernando mengaku jika kritik yang dibangun oleh BEM UI kali ini lepas dari substansial meski itu bagian dari bumbu demokrasi. Namun, ia berharap kaum intelektual agar memberikan kritikan sesuai dengan substansi seharusnya dan tujuan yang jelas.
“Jangan sampai hanya di tunggangi oleh kepentingan kepentingan kelompok tertentu,” katanya, 8 April 2023.
Dia juga menyayangkan meme merubah wajah ataupun tubuh seseorang menjadi tidak yang seharusnya. Karena bisa masuk pada pembunuhan karakter atau melakukan penghinaan kepada orang tersebut (berpotensi pada urusan hukum).
“Itukan tidak perlu dilakukan. Jadi kembali saya bilang seharusnya kaum intelektual harus lebih cerdas lagi dalam melakukan kritik-kritik. jadi disampaikan apa-apa saja yang menjadi titik poin dari kritik-kritik mereka, bukan malah menghina atau malah merusak karakter seseorang,” kata Fernando lagi.
Dikatakan Fernando, meme tersebut sudah merupakan bentuk penghinaan terhadap pejabat negara. Fernando juga berpesan meski kritik diruang publik menjadi hal wajar, namun ada wadah atau celah untuk melakukan Yudisial Review terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai tidak sesuai melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
“Apalagi itu sudah disampaikan oleh lembaga legislatif kalau memang keberatan, silahkan diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan Yudisial Review,” sambungnya.
Jadi, kata dia, tak elok jika mengkritik Ketua DPR Puan Maharani karena hanya seorang diri sebagai Ketua tetapi keputusan itu diambil secara kolektif secara kelembagaan oleh DPR. Tidak begitu berperan jadi tumpuan kritikan.
“Harusnya diarahkan kepada seluruh anggota Dewan yang menyetujui itu dan juga kepada Pemerintah karena terbentuknya undang-undang itu atas kesepakatan dua lembaga ini kan, legislatif dan eksekutif,” bebernya.
Lebih jauh, Fernando Emas mengingatkan agar mahasiswa dan kaum intelektual melakukan kritik secara cerdas. Karena bagaimanapun juga apa yang mereka tunjukkan menjadi pendidikan politik juga terhadap generasi berikutnya.
“Jangan sampai membuat cara-cara generasi muda kita kedepan melakukan kritik itu akhirnya tidak sebagaimana yang seharusnya hilang dari kesan sebagai kaum intelektual,” pungkasnya.