Jakarta – Pengamat terorisme dan intelijen Stanislaus Riyanta, mengingatkan Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem untuk tidak menggiring opini terlalu jauh yang mengarah kepada provokasi. Khusunya mengenai pesoalan kerusuhan di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Pasalnya pernyataan Theo bukanlah mengademkan situasi, namun berpotensi memperpanjang durasi kerusuhan di sana.
“Komentar-komentar saling tuduh itu justru membuat ini tidak akan selesai, jaga pernyataan dan sikap biar masyarakat tenang terlebih dahulu,” kata Stanis, Jumat (24/2/2023).
Menurut Stanis, saat ini yang dibutuhkan adalah pernyataan dari para tokoh masyarakat yang bisa menenangkan warga, setelah aparat keamanan berhasil menciptakan situasi yang kondusif, baru bisa diuraikan seperti awal persoalan yang memakan korban jiwa tersebut.
“Kalau dalam situasi chaos kayak gini semua bisa berkomentar dan saling tuduh. Tapi ini kan awalnya dari hoax penculikan anak. Tidak usah saling tuduh jangan provokasi,” tandasnya.
Diketahui, bentrokan antara warga dengan aparat keamanan terjadi di Kampung Sapalek, Jalan Trans Irian, Wamena, Jayawijaya, Papua Pegunungan. Hal ini diduga dipicu dari isu penculikan anak yang tersebar di tengah masyarakat, Kamis (23/2/2023).
Awalnya, sekelompok warga menghentikan seorang pengendara mobil dari Kampung Yomaima yang melintasi daerah tersebut pada Kamis siang. Warga mencurigai pengendara mobil itu sebagai bagian dari komplotan penculikan anak.
Saat polisi mencoba untuk menghentikan aksi main hakim warga atas sopir mobil tersebut, warga justru menyerang petugas menggunakan batu serta panah.
Hal itu semakin diperpanas dengan adanya pernyataan dari Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) Papua The Hesegem, bahwa kasus di Wamena bisa kita katakan bagian dari pelangaran HAM aparat karena penembakan warga sipil dilakukan mengunakan senjata. Padahal, aparat kepolisian sedang berupaya menenangkan masyarakat yang sedang terprovokasi hoax.