Karimun – Belum lama ini, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sendimentasi laut atau ekspor pasir laut. Berbagai tanggapan pro dan kontrak terjadi di seluruh Indonesia. Terutama diwilayah Kepri yang volume pasir laut cukup menjanjikan.
Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Karimun Abdul Latif memberikan tanggapan, terhadap PP nomor 26 tahun 2023 tersebut yang menjadi pro dan kontrak saat ini. Ia mengatakan, mendukung terhadap kebijakan tersebut namun harus ada syarat bagi para nelayan yang khususnya di kabupaten Karimun.
”Saya sih setuju saja. Tapi, ada syarat sebelum beroperasi di kabupaten Karimun. Sebab, pasir laut disini (Karimun) kwalitasnya sangat bagus dan harga jual ekspor cukup tinggi dibandingkan daerah lain. Ditambah, di walayah atau lokasi penambangan pasir laut cukup luas di Karimun ini,” terangnya, hari ini.
Dimana, sebelum beroperasi wajib dibicara dan harus dipenuhi berbagai persyaratan untuk para nelayan di kabupaten Karimun. Mulai dari dampaknya, kemudian bagaimana terhadap kehidupan nelayan nantinya yang terdampak terhadap eksploitasi, masyarakat pesisir dan paling penting wilayah atau areal tangkapan nelayan yang lokasinya akan dijadikan eksploitasi pasir laut.
”Prosesnya cukup panjang. Makanya, kita harus jelas-jelas dahulu. Jangan, mau dimanfaatkan kepentingan bisnis atau oligarki semata. Sebab, kita sudah pernah ekspor pasir laut ke Singapura. Tapi, tidak sejahtera para nelayan kita disini,” ungkapnya.
Masih kata Latif lagi, belum lagi dampak terhadap eksploitasi pasir laut yang mau tidak mau akan berdampak terhadap lingkungan. Sehingga, harus benar-benar ada kejelasan terhadap para pemangku kebijakan nanti baik itu dari pusat maupun daerah. Artinya, pemangku kebijakan tersebut harus duduk dahulu kepada perwakilan nelayan bagaimana teknisnya.
”Pada intinya, kita mendukung eksporasi pasir laut untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Dan, paling penting kita (nelayan), masyarakat pesisir harus saling menguntungkan, bukan dirugikan,” tegasnya.
Sebelumnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Puji Astuti menentang keputusan Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Menurutnya, kebijakan itu hanya memberikan dampak kerusakan lingkungan.
“Kebijakan itu akan merusak lingkungan. Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar,” ujar Puji Astuti.
Susi menerangkan saat ini perubahan iklim atau climate change sudah terasa. Ia mengatakan ekspor pasir laut tersebut akan memperparah kondisi iklim Indonesia. Ditegaskannya, apabila kebijakan tambang pasir diberikan, akan memperparah kerusakan lingkungan.
“Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut,” jelasnya.